Ngentot dengan Kakak Mantan Pacarku

Panggil saja aku Ditto, 28 tahun. Aku sekarang tinggal di Australia dan bekerja di perusahaan IT industry group yang cukup terpandang di sini. Aku hidup di negara kangguru ini lebih dari 10 tahun lama-nya. Sejak tamat dari SMA di salah satu kota di Jawa, orang tua-ku langsung mengirimku untuk menimba ilmu di sini.
Marital status aku sementara ini masih belum menikah, setelah lebih dari 2 tahun lama-nya aku putus hubungan dengan pacar terakhirku. Hubungan kami telah berlangsung lebih dari 5 tahun di Australia, dan terakhir kami sempat menjalankan hubungan jarak jauh (long distance relationship) hampir 6 bulan lama-nya (Indo – Australia), sampai kami sadar bahwa jalan hidup yang kami pilih telah berbeda. Kami putus dengan baik-baik, dan saling menghormati pilihan kami masing-masing. Namun harus aku akui bahwa perasaan sedih, sakit, kecewa, dan kehilangan pastilah ada sejak itu. Tapi sekarang aku dan dia sudah ‘move-on’, and get over with it. Aku sekarang lebih menfokuskan diri-ku terhadap karir, dan juga rencana masa depan aku.


Saat ini pula aku sedang menjalankan hubungan kasih dengan kakak bekas pacar-ku ini, dan hubungan kami ini tidak banyak orang yang tau. Kami menjalankan hubungan ini benar-benar ‘backstreet’ dari keluarga-nya. Kami tidak tau bagaimana nanti kalo rahasia ini terbongkar, dan kami yakin suatu hari nanti rahasia ini pasti terbongkar juga antara keluarga-nya yang found out dengan sendiri-nya atau kami yang akan buka mulut sendiri.

Begitulah singkat cerita tentang aku sekarang ini. Sekarang aku ingin menceritakan cerita flash back beberapa tahun yang lalu.

Sebutkan saja nama bekas pacar-ku Lisa. Umur-nya 5 tahun lebih muda dari aku. Lisa datang dari Jakarta. Orang-nya manis, warna kulit-nya sawo matang, bulu pelipit mata-nya tebal, bibir-nya tipis dan mungil. Dia juga memiliki sepasang sparkling eyes, dan nice & beautiful hair. Aku suka sekali mencium dan membelai rambut-nya kalo dia sedang tidur dia dada-ku. Dia orang yang aku paling aku sayang, dan paling akutreasure saat itu.

Frankly speaking, selama 5 tahun berhubungan dengan-nya, kami aktif dalam bercinta secara seksual. I was a virgin, and she was a virgin too. Pengalaman yang tidak pernah aku lupakan seumur hidup aku. Kami bisa bercinta 4 sampai 5 kali dalam seminggu. Tergantung dengan situasi kami. Kami berpacaran ketika jaman kami kuliah, jaman di mana kita masih suka berhappy-happy istilah-nya, jadi kami banyak waktu luang dan tidak ada beban apapun. Pada saat itu aku baru memasuki tahun pertama master degree-ku dan Lisa baru memulai tahun pertama semester dua bachelor degree.

Hubungan seksual kami adalah hubungan seksual yang sehat, tiap 1.5 tahun sekali aku selalu menemani Lisa untuk ke clinic untuk check rutin Pap Smear. We were a very happy couple.

Lisa memiliki seorang kakak, nama-nya Karen. Karen juga kuliah di sini, dan 2 tahun lebih tua dari Lisa. Jadi basically 3 tahun lebih muda dari aku. Pada waktu itu Karen transfer kuliah dari Jakarta ke Australia. Lisa terlebih dahulu yang kuliah di Australia.

Karena aku dan Lisa tinggal bersama sewaktu kami berpacaran, aku tidak keberatan kalo Karen juga tinggal di sini. Kebetulan apartment kami ada 2 kamar, kami sengaja tidak menyewa apartement dengan 1 kamar, dengan alasan kalo orang tua aku atau orang tua Lisa datang berkunjung, mereka tidak akan curiga. Namun orang tua kami telah acknowledged kalo kami tinggal serumah. Jadi kedatangan Karen tidak menjadi masalah buat kami. Tapi Karen pernah berkata sebelum-nya sewaktu di Jakarta dan sesampai di Australia, kalo dia akan tinggal bersama kami sementara sampai dia nanti menemukan tempat tinggal sendiri. Mungkin karena Karen lebih ingin mandiri atau karena dia tidak enak hati, karena apartment itu aku yang tanggung semua. Namun lama-lama Karen mulai betah tinggal bersama kami, karena selain dia tinggal bersama adik kandung sendiri juga karena apartment kami sangat dekat dengan tempat kuliah-nya, dan tepat di dalam daerah metropolitan.

Perawakan Karen lebih tinggi dari Lisa, dan warna kulit-nya lebih putih, bibir-nya tipis dan mungil. Tapi mata-nya lebih sipit, dan memiliki warna dan corak rambut yang sama seperti Lisa. Orang-nya sedikit pendiam dibandingkan Lisa. Tapi untung-nya Karen bisa getting along dengan aku, dan dia suka cerita-cerita tentang sehari-harinya di tempat kuliah atau di mana saja. Aku merasa Karen seperti adikku sendiri. Dia pun tidak pernah sungkan-sungkan meminta pertolongan aku, seperti minta diantar ke supermarket atau minta tolong dijemput dari rumah teman-nya sehabis belajar kelompok sewaktu mid-term test atau end of semester exam period. Kami sering pula keluar bertiga, jalan-jalan keluar kota bertiga. Sampai pada akhir-nya Karen punya pacar.

Semenjak Karen punya pacar, Karen memutuskan untuk ikut patungan sewaapartment, karena pacar Karen sering datang menginap di apartment kami. Dia merasa sungkan apabila pacar-nya mungkin membuat aku merasa tidak nyaman karena sering menginap.

Semenjak pacar Karen sering menginap, banyak kejadian unik yang Karen perbuat, yang membuat aku jadi salah tingkah, dan membuatku pusing kepala juga. Ternyata Karen tergolong wanita yang sexually active. Pernah sewaktu aku dan Lisa pulang dari makan malam, Lisa secara tidak sengaja melihat Karen sedang melakukan hubungan seks dengan posisi Karen di atas (woman on top position), karena pintu kamar Karen tidak tertutup rapat, jadi terintip sedikit oleh Lisa. Dan suara erangan napsu Karen membuat aku dan Lisa pusing. Bukan membuat kami terangsang, tapi merasa risih. Pernah aku berpesan kepada Karen supaya ‘keep-down the voice’, biar aku dan Lisa tidak merasa risih. Tapi sia-sia saja. Sampai pada akhir-nya aku menyuruh Karen untuk memutar music sewaktu berhubungan seks dengan pacar-nya.

Kebiasaan Karen sehari-hari menjadi berubah pula. Seperti contoh, biasa-nya Karen lebih suka memakai piyama lengkap setelah mandi. Tapi kali ini Karen selalu memakai daster lengan dan kaki pendek, dan lebih parah lagi tidak memakai bra sama sekali. Jadi kadang-kadang puting susu-nya terlihat jelas menempel daster-nya. Aku sering dibikin risih juga. Tiap kali kami nonton tv, makan, atau ngobrol bareng – aku selalu menjadi salah tingkah. Pernah aku bilang ke Lisa supaya menasehati kakak-nya untuk lebih menutupi daerah itu dengan bra. Namun Lisa hanya menasehati aku kembali untuk tidak ter-focus ke daerah payudara Karen. Sebagai lelaki yang normal, nasehat Lisa sia-sia saja. Sampai pada akhir-nya aku menjadi bosan sendiri dengan kebiasaan baru Karen.

Sering juga Karen keluar dari kamar mandi hanya tertutup handuk, atau baru saja berhubungan seks dengan pacar-nya dia cuma memakai kaos pacar-nya yang longgar sampai di lutut dan lewat di depan mukaku menuju ke toilet untuk cuci kemaluan-nya atau kencing. Lama-lama aku semakin terbiasa dengan pemandangan seperti itu. Aku sudah tidak menghiraukan lagi, selama dia ngga pernah berjalan terlanjang di depan mataku.

Pengalaman ini berlangsung selama hampir 2 tahun, sampai pada akhir-nya aku lulus kuliah dan memulai karir pertama aku di suatu perusahaan IT dalam skala kecil. Pada waktu itu Lisa masih duduk di bangku kuliah tahun terakhir. Karen juga telah lulus kuliah-nya, dan dalam masa mencari pekerjaan tetap. Karena susah-nya mencari pekerjaan tetap, untuk membiayai kehidupan sehari-harinya, Karen bekerja casual di cafe dekat kantorku. Jam kerja aku mulai dari jam 8 pagi, dan jam kerja Karen tidak menentu. Kadang-kadang jam 7 pagi, jam 8 pagi atau bahkan jam 12 siang. Tergantung jadwal yang diatur oleh manager-nya. Kalo Karen mendapat jadwal jam 8 pagi, biasa-nya aku dan Karen berangkat bersama-sama. Di sana kami banyak bercerita macam-macam dengan Karen, terutama tentang job hunting-nya dan kondisi frustasi-nya karena susah-nya mendapat pekerjaan tetap. Stress dan frustasi-nya banyak dilimpahkan ke aku, karena pacar-nya kurang bisa mengerti keadaan-nya saat itu. Aku menjadi semakin care dan menjadi teman curhat bagi-nya.

Pada suatu hari, di pagi hari. Karen mendapatkan jadwal jam 8 pagi dari manager-nya. Hari itu aku sengaja untuk bangun lebih pagi dari Karen, karena Karen adalah type wanita yang mandi-nya lama sekali. Setelah selesai mandi, aku masuk ke kamar dan melihat Lisa sedang tidur pulas. Aku bersiap diri, mengenakan hem dan jas kerja-ku. Tiba-tiba saja perut-ku terasa mulas, dan aku lari terbirit-birit menuju ke toilet. Untung saja toilet dan kamar mandi di apartment kami terpisah. Setelah selesai dari buang air besar, aku ingin mengambil sabun cuci tangan di kamar mandi kebetulan sabun cuci tangan di toilet sedang habis. Jadi dengan santai-nya aku membuka pintu kamar mandi. Saat itu aku benar-benar terkejut, ketika aku melihat Karen sedang mandi dan terlanjang bulat di bawah deras-nya pancuran air shower. Karen tidak menyadari kalo pintu kamar mandi terbuka lebar, dan aku sedang terpaku memandang tubuh-nya yang basah terlanjang. Jantung aku berdetak dengan kencang, dan rasa-nya aku bisa mendengar dengan jelas detakan keras jantung-ku.

Aku berdiri termangu di sana sekitar 10 detikan. Setelah sadar, aku dengan segera menutup pintu kamar mandi itu dengan perlahan agar Karen tidak mendengar. Aku sengaja tidak menutup rapat pintu kamar mandi tersebut, karena sebelum-nya memang Karen tidak menutup rapat pintu itu. Juga mencegah kecurigaan Karen apabila pintu kamar mandi tersebut tertutup rapat.

Pada saat itu, hati-ku bergejolak, dan darah-ku mengalir deras naik sampai ubun-ubun kepalaku. Semakin aku pikir, semakin besar keinginan-ku untuk melihat tubuh Karen yang terlanjang lagi. Sampai pada akhir-nya aku memberanikan diri untuk membuka pintu kamar mandi dan mengintip Karen sedang mandi. Tubuh Karen luar biasa padat, dan perut-nya rata. Kulit-nya putih, halus, dan mulus. Sepasang payudara-nya sungguh indah dan ranum, dan warna puting-nya coklat muda. Bulu pubis-nya juga halus, dan tidak begitu lebat. Kulihat Karen sedang menyabuni tubuh mulus-nya, dari payudara terus turun ke perut kemudian ke punggung-nya, terus paha dan bagian kaki lain-nya, sampai pada akhir-nya menyabuni kemaluan-nya.

Bukan main kepala-ku semakin pening, dan jantung-ku hampir copot dibuat-nya. Pada saat itu, aku benar-benar penuh dengan napsu birahi. Ingin rasa-nya aku masuk dan mencumbui Karen. Untung akal sehat-ku lebih kuat, aku segera saja menyudahi tontonan erotis itu, dan duduk di sofa ruang tamu sambil memijat dahi kepala-ku. Pening dan pusing sekali kepala-ku. Perlahan-lahan aku mengatur napas-ku, agar detakan jantung aku kembali normal.

Selang beberapa lama, Karen keluar dari kamar mandi, dan segera bertanya apakah aku sakit. Aku bilang kepada-nya bahwa tiba-tiba saja kepala-ku pusing, dan bilang kepada-nya mungkin karena cuaca pagi yang dingin.

Sejak kejadian di pagi hari itu, aku lebih banyak diam dan salah tingkah terhadap Karen selama perjalanan kami menuju tempat kerja kami. Tidak jarang Karen bertanya apakah aku baik-baik saja. Aku bilang pada-nya kalo aku baik-baik saja, cuman lagi ngga ada mood untuk ngomong. Mungkin karena baru saja baikan dari rasa pusing. Selama di kantor, aku tidak berhenti-hentinya mengingat keadaan Karen yang terlanjang tadi. Meskipun dulu-nya aku sering melihat paha mulus Karen, payudara Karen dibalik daster-nya yang tipis, tapi kali ini benar-benar mengunjang pikiran dan hati-ku. Aku tidak mungkin bisa menceritakan ini kepada Lisa, karena sudah tidak pantas untuk aku ceritakan. Karena ini akan mengundang perkelahian antara aku dan Lisa. Aku tidak ingin hal ini terjadi.

Akhir-nya aku memilih untuk menyimpan rahasia ini dalam-dalam. Aku anggap ini kejadian yang tidak disengaja, dan berusaha melupakan kejadian itu. Memang sulit, tapi aku harus tetap harus berusaha melupakan-nya. Aku tidak ingin menghianati Lisa, dan tidak ingin menjadi seorang pervert.

Setelah beberapa bulan lama-nya, aku berhasil melupakan kejadian di pagi hari itu. Aku lebih banyak mem-focuskan diriku terhadap Lisa. Karena selain good for Lisa, juga good for me. Hubungan aku dengan Lisa begitu teguh, dan kokoh. Aku berkeinginan untuk melamar Lisa, memiliki sebuah keluarga bersama-nya. Karena aku begitu menyanyagi dan mencintai-nya. She was the whole world for me.

Namun impian dan angan-angan itu tidak berlangsung lama. Seorang paman dari keluarga papa Lisa dan Karen adalah seorang pengusaha yang cukup berhasil. Pengusaha yang banyak berhubungan relasi dengan pemerintah Indonesia. Dia memiliki perusahaan yang banyak berhubungan dengan instansi BUMN seperti minyak bumi, gas alam, dan masih banyak yang lain-nya lagi. Semenjak Lisa tamat kuliah, bujukan dan ajakan orang tua dan paman-nya untuk ikut ambil bagian di dalam perusahan paman-nya di Indonesia telah membuat diri Lisa lambung dan tidak menentu hati-nya. Pilihan untuk meninggalkan-ku beserta teman-temannya telah membebani hati dan pikiran Lisa. Selama berbulan-bulan Lisa terbebani perasaan seperti ini, dan yang paling tidak aku mengerti sampai saat ini, mengapa Lisa tidak mau membagikan beban ini kepada-ku. Dia lebih banyak membuang waktu bersama teman-temannya, dan bercurah hati bersama teman-temannya. Hal ini membuat aku semakin takut kehilangan Lisa. Setiap kali aku bertanya kepada-nya, dia selalu menjawab ‘tidak ada’, dan semakin gencar aku bertanya, itu membuat Lisa semakin marah dan berdiam diri. Aku bingung, dan semakin takut terhadap situasi yang aku hadapi. Aku selalu menyampaikan kepada-nya bahwa aku ingin Lisa tinggal bersama aku di Australia dan menyakinkan kepada-nya bahwa aku bisa sukses di Australia, dan mampu mejamin kehidupan kami berdua. Namun usaha ini sia-sia, karena itu bukan yang paling utama buat Lisa. Yang paling utama buat Lisa, karena orang tua Lisa memiliki share/partnership di perusahaan paman-nya, dan orang tua-nya ingin agar Lisa membantu perusahaan itu. Hal ini sama terjadi pula terhadap Karen, namun Karen lebih berani mengambil keputusan-nya untuk tinggal di Australia, karena Karen lebih menyukai tinggal di sini.

Sampai pada akhir-nya aku menyerah juga, aku mengatakan pada Lisa bahwa aku akan mendukung semua keputusan-nya, apapun konsekuensi-nya. Aku mengatakan kepada-nya bahwa aku sangat mencintai-nya, dan akan berbuat apapun yang penting aku bisa membuatnya bahagia, meskipun harus berpisah sementara dengan-nya.

Akhir-nya Lisa memutuskan untuk pulang Indonesia dan bekerja dengan perusahaan paman-nya. Mulanya Lisa hanya berencana di sana untuk 2 tahun, dan kembali ke Australia. Namun aku meminta kepada-nya agar mencoba 1 tahun saja. 2 tahun itu terasa lama bagi-ku. Dan juga meminta kepada-nya apabila dia tidak betah tinggal di sana, segeralah kembali ke Australia.

Aku tidak ingin menceritakan hari perpisahan-ku dengan Lisa di Airport, karena hari itu ada hari yang paling menyanyat hati-ku. Mengantarkan Lisa ke Airport dengan ketidakpastian akan berapa lama aku berpisah dengan-nya, dan apakah dia akan kembali lagi di sini. Tidak jarang air mata-ku meleleh di depan-nya. Bisa dikatakan bahwa saat itu pula saat terakhir aku melihat diri-nya.

Kami menjalanin hubungan jarak jauh (long distance) selama 6 bulan, dan akhir-nya Lisa memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Lisa merasa bahwa dia lebih menyukai kehidupan baru-nya di Jakarta, di mana dia bisa lebih banyak waktu berkumpul dengan orang tua dan semua relatives-nya. Aku dan Lisa sudah berbeda dengan cara pandang hidup kami. Aku lebih memilih tinggal di Australia, karena my whole life started here, dan aku menyukai tinggal di negara ini.

Namun hal ini tidak seperti apa yang Lisa pikirkan. Lisa lebih memilih tinggal di Indonesia, karena selain bisa tinggal dekat dengan keluarga-nya, kehidupan dia di sana serba ada. Keluarga Lisa termasuk keluarga yang terpandang, dan bisa digolongkan sebagai keluarga yang kaya. Lisa pernah berkata kepada-ku bahwa kehidupan di Australia termasuk berat untuk-nya, karena tidak ada pembantu seperti di Indonesia.

Putus-nya hubungan kami adalah pukulan telak terhadap diri-ku, dan membuat-ku stress dan frustasi selama berbulan-bulan. Napsu makan pun menurun, dan berat badan-ku juga merosot tajam. Aku menjadi cepat kenyang, meskipun hanya makan sedikit saja. Aku lebih banyak menghabiskan waktu-ku dengan merokok. Kebiasaan buruk-ku sebelum berpacaran dengan Lisa. Saat itu rokok adalah teman terbaik-ku. Karen adalah orang yang paling tau jelas dengan keadaan-ku semenjak aku putus dengan Lisa. Karen yang sering menemani aku merokok di balcony apartment malam hari. Meskipun aku tidak bicara apa-apa, Karen dengan setia menemani aku. Dia pun juga shocked dengan putus-nya hubungan-ku dengan Lisa. Karen merasa aku dan Lisa ada couple yang paling perfect, tapi mengapa bisa sampai berhenti di tengah jalan.

Aku tidak pernah bermabuk-mabukan, mungkin itulah yang membuat Karen respect kepada-ku. Tiap malam sepulang kerja dari kantor-nya, Karen selalu menelpon-ku menanyakan apakah aku ingin makan sesuatu. Nanti dia bisa belikan atau dia masakin. Aku selalu titip dibeliin sushi, karena selain simple, bisa membuat aku kenyang. Karena aku pun tidak banyak juga kalo makan.

Pada suatu hari, kalo tidak salah saat itu hari Kamis bulan August, pertengahan musim dingin di Australia, aku jatuh sakit. Perubahan cuaca yang dingin membuat aku demam tinggi. Aku minta ijin cuti sakit dari kantor selama 2 hari (Kamis & Jumat), dan akan kembali ke kantor lagi hari Senin depan-nya. Badan aku begitu lemas, dan punggung-ku nyeri sekali. Saat itu aku begitu menderita, dan sangat merindukan Lisa. Karena di saat-saat seperti ini, aku pasti akan disayang oleh Lisa, dan pasti akan dirawat dengan baik. Saat itu dari pagi sampe sore, aku tidak makan sama sekali, karena tidak mampu bangun dari tempat tidur. Aku hanya bisa nonton tv saja, itupun karena remote control ada di bawah bantal-ku.

Sore hari-nya, aku menelpon Karen. Aku meminta tolong kepada Karen untuk dibelikan obat flu dan demam, juga minta tolong dibelikan bubur dari restaurant Chinese dekat apartment kami.

Setelah sampai di apartement, Karen pulang tanpa ditemanin pacar-nya. Aku tanya kepada-nya mengapa pacar-nya hari ini tidak menginap saja di apartment kita. Karen bilang bahwa orang tua pacar-nya baru datang dari Indonesia, jadi dia harus banyak menemani orang tua-nya. Setelah itu aku tidak menanyakan yang macam-macam lagi tentang kemana pergi-nya pacar Karen.

Malam itu Karen seperti suster pribadi-ku. Karen menyuapi aku makan, sambil mengajak aku ngobrol. Setelah makan Karen membasuh dada dan punggung-ku dengan handuk hangat yang setengah basah. Setelah kering, Karen mengosok dada dan punggung-ku dengan minyak kayu putih sambil diurut-urut sedikit. Aku merasa nyaman dan damai dibuat-nya. Setelah aku meminum obat, aku kembali tidur. Karen tidak segera meninggalkan kamar-ku, melainkan menemani-ku sampai aku tertidur lagi. Dia duduk di atas ranjang-ku sambil menonton dvd di kamar-ku sambil membelai rambut-ku.

Entah mengapa, saat itu aku ingin sekali menangis. Aku terharu dengan perlakuan Karen terhadap diri-ku, mirip perlakuan seorang ibu dengan anak-nya. Aku merasa damai, dan tidak kesepian. Belaian jari jemari Karen di rambut-ku telah membuat-ku terbuai, dan tidak lama setelah itu aku tertidur pulas. Mungkin karena effect obat itu juga, otot-otot tubuh-ku terasa lemah dan mengantuk.

Aku sudah tidak sadar berapa lama aku tertidur pulas. Sekitar jam 4 pagi aku terbangun. Aku harus buang air kecil. Ketika aku beranjak dari tempat tidur, aku terlihat Karen telah mengenakan piyama lengkap dan tertidur sambil dalam posisi duduk bersandar di tempat tidur-ku dengan tv yang masih menyala, tapi film dvd yang diputar telah selesai. Dengan segera aku matikan tv dan dvd player, dan menuju ke toilet.

Setelah buang air kecil, aku segera kembali ke kamar-ku. Kulihat wajah Karen sungguh manis, meskipun masih tertidur lelap. Aku tidak pernah menyadari bahwa Karen semanis ini. Kulihat rambut-nya yang lembut, dan sesekali kucium rambut-nya, harum sekali bau-nya. Kurebahkan Karen, agar dapat tidur dengan posisi yang benar. Aku pun ikut tidur di samping Karen. Kali ini aku yang membelai rambut-nya, dan sesekali mencium rambut-nya. Saat itu, perasaan aku menjadi tidak menentu, karena aku sudah tidak mengerti lagi perasaan sayang yang bagaimana yang harus aku perbuat terhadap Karen. Tidak berhenti-hentinya aku membelai rambut-nya, sampai akhir-nya aku tertidur kembali.

Pagi hari-nya, tepat jam 9an, aku terbangun dan Karen sudah tidak ada di samping-ku. Kulihat sepiring bubur yang mulai mendingin, dan segelas air beserta obat flu & demam di atas lemari kecil di sebelah ranjang-ku. Kubaca note kecil dari Karen, “Kak Ditto harus makan yah?! Jangan telat makan lagi, nanti sakit maag. Abis makan, diminum obat-nya. Kalo masih pening atau demam, tidur lagi. Hari ini kak Ditto jangan masuk kantor dulu, badan kak Ditto pasti masih lemas. Ntar malam Karen mau masak’in kak Ditto sup.”.

Aku tersenyum simpul setelah membaca note kecil dari Karen. Aku masih bersyukur karena masih ada Karen yang bisa merawat aku di saat-saat seperti ini. Karena terlalu banyak tidur, aku susah tidur kembali, jadi aku akhir-nya memutuskan untuk browsing Internet dan chatting ama teman-teman di msn dengan laptop-ku.

Sewaktu aku online di msn, aku melihat Karen sedang online juga.

“Hello, Karen!”, sapa-ku.
“Kak Ditto kok belon tidur?! Ntar ngga sembuh-sembuh loh!”, jawab Karen.
“Aku dah ngga bisa bobok lagi. Semalam dah kebanyakan bobok. Oh ya, thank you dan sorry yah dah ngrepotin Karen semalem.”, kata-ku lagi.
“Husss…ngga perlu bilang sorry. Kak Ditto kan dah seperti saudara Karen sendiri. Jadi ngga perlu sungkan-sungkan lagi ama Karen. Tapi jangan lupa, ntar kalo dah sembuh traktir Karen yah. Hihihi…”, kata Karen.
“No problem.”, jawab-ku langsung.
“Trus ntar malam Karen mau masak sup apa?”, tanya-ku lagi.
“Sup apa yah? … Karen belum kepikiran sih. Tapi yang pasti dijamin enak deh.”, kata Karen meyakinkan.
“Karen ngantuk ngga sekarang? Semalem Karen tidur-nya pasti tidak nyenyak kan? Abis-nya nungguin aku sampai ketiduran.”, kataku.
“Lho, kak Ditto kok tau kalo Karen ketiduran di kamar kak Ditto?”, tanya-nya heran.
“Pagi-pagi buta aku bangun, kebelet pipis, trus aku lihat Karen ketiduran di ranjang dengan tv yang masih menyala.”, jawab-ku.
“Kok kak Ditto tidak gendong Karen kembali ke kamar Karen sih. Hayo diapain Karen ama kak Ditto semalem.”, canda-nya genit.
“Kalo aku ngga sakit pasti Karen dah aku gendong kembali ke kamar. Semalem juga aku dah ngga kuat, badan lemas, gimana mau ngerjain Karen. Hehehehe…”, jawab-ku sambil bercanda.
“Genit ah kak Ditto, awas yaa…ntar Karen ngga masakin lagi buat kak Ditto”, canda-nya lagi.
“Sorry, sorry Karen. Kan bercanda aja. Ngomong-ngomong Karen kerja dulu deh, jangan ketahuan boss Karen chatting melulu, ntar diturunin gaji Karen. Aku juga mau browsing bentar, check emails, trus kembali bobok atau nonton dvd lagi.”, kataku lagi.
“Sip deh, kak Ditto banyak istirahat yah. Ntar dia ngga nginep lagi. Dia mau ajak papa mama-nya shopping. Kan hari ini hari Jumat. Karen bakalan pulang awal juga deh, demi kak Ditto. Hihihihi…jgn GR yahhh…Karen emang pengen pulang pagi kok.”, canda-nya sekali lagi.
“No problem Karen. See you at home”, kataku sebelum logout dari msn.

Hari itu begitu menyenangkan. Karen terdengar riang sekali. Aku bersyukur karena aku masih tinggal bersama Karen. Meskipun Karen adalah kakak dari bekas pacar-ku, aku mengganggap-nya sebagai saudara sendiri, dan juga teman yang paling baik. Bahkan kadang-kadang aku lupa kalo Karen itu kakak dari bekas pacar-ku.

Tiba-tiba handphone aku berbunyi. Ternyata teman kantor aku yang menelpon, menanyakan keadaan-ku. Aku bilang pada-nya bahwa aku sudah mendingan jauh dibandingkan hari kemarin-nya, dan akan kembali ke kantor lagi hari Senin depan (tentu saja hari Sabtu dan Minggu kantor aku tutup kerja). Dan juga meminta teman kantor-ku untuk menyampaikan pesan ini kepada manager-ku.

Setelah itu aku kembali nonton dvd, dan tidak lama kemudian aku tertidur kembali sampai jam 6 sore. Kali ini aku bangun dengan keadaan segar bugar, badan-ku basah kuyup dengan keringat. Aku sudah tidak pening lagi. Setelah bangun, aku melihat keluar, ternyata Karen belum kembali dari kantor-nya. Akhir-nya aku memutuskan untuk mandi. Sudah 2 hari aku belum mandi, meskipun semalam sebelum-nya badan-ku telah dibilas dengan handuk hangat setengah basah. Namun perasaan-ku seperti-nya masih kotor, dan harus cepat mandi, biar merasa bersih dan segar.

Seabis mandi, aku melihat Karen telah pulang dari kantor-nya dengan membawa banyak belanjaan. Aku tanyakan kepada-nya buat apa belanja sebegitu banyak kalo hanya untuk 2 orang saja. Karen bilang kalo dia banyak belanja buah-buahan segar dan juga untuk weekends. Dia memilih untuk tinggal di apartment saja selama weekends ini. Seminggu ini Karen lumayan jenuh dengan pekerjaan kantor-nya. Dia bilang banyak tontonan dvd yang masih belon ditonton-nya.

Karen sibuk banget menyiapkan makan malam, dan aku duduk santai di ruang tamu. Kebetulan ruang tamu dan dapur menyambung menjadi satu, jadi kami bisa mengobrol. Aku banyak menanyakan tentang pekerjaan Karen hari ini, dan menanyakan kabar pacar Karen. Kami asyik mengobrol sampai kami selesai makan malam. Sup masakan Karen benar-benar sedap, seperti kualitas restaurant. Tidak jarang aku memuji sup dia malam itu.

Semenjak aku putus dengan Lisa, Karen tidak pernah menyinggung atau menceritakan kabar tentang adik-nya di depan-ku. Mungkin Karen merasa tidak enak, dan mungkin bisa membuat aku sedih atau bahkan marah. Sikap-nya yang begitu baik dan tetap menganggapku seperti saudara sendiri, membuat-ku respect terhadap-nya.

Setelah selesai makan malam, Karen memberiku obat lagi. Aku bilang pada-nya kalo aku sudah tidak demam lagi, dan merasa segar seperti biasa-nya. Tapi Karen tetap memaksa aku untuk meminum obat-nya. Setelah kuteguk obat-nya, Karen bilang kepadaku akan mengusap dada dan punggung-ku dengan minyak kayu putih lagi setelah dia selesai mandi. Aku paling suka dengan minyak kayu putih, bau-nya benar-benar aku sukai. Tawaran Karen tentu saja tidak aku tolak.

Setelah selesai mandi, dan mengeringkan rambut-nya, Karen masuk ke kamar tidur-ku sambil membawa dvd. Malam itu Karen mengenakan piyama lengkap tebal dan tertutup. Maklum bulan ini adalah bulan pertengahan musim dingin di Australia, jadi apartment kami cukup dingin. Aku dengan segera menyalakan pemanas di kamar, agar Karen tidak kedinginan. Karen membawa dvd film drama Korea pinjaman dari teman-nya. Aku bilang pada-nya kalo film drama seri Korea/Jepang bisa membuat kita semua menyandu.

“Kak Ditto, buka kaos dong. Karen usap punggung kak Ditto ama minyak kayu putih.”, kata-nya.
Aku buka kaos-ku dan merebahkan tubuh-ku dengan posisi telungkup. Karen menindihku dengan posisi duduk di atas pinggang-ku. Kemudian dia melumuri punggungku dengan minyak kayu putih dan memijat-mijat lembut. Dia tidak banyak bicara, karena Karen sedang menonton dvd juga. Aku memilih untuk tidak menonton dvd, tetapi menikmati pijatan Karen.
“Sakit ngga?!”, tanya-nya.
“Enak kok, Karen pinter sekali kalo mijitin yah?! Beruntung pacar Karen nih!”, canda-ku.
“Ah, kak Ditto bisa aja”, jawab-nya malu-malu.

Entah ada angin dari mana, tiba-tiba aku teringat tentang kejadian di pagi hari itu. Yang mana membuat aku menjadi gelisah kembali, dan ingin mengatakan kepada-nya bahwa aku telah mengintip dia mandi, dan ingin meminta maaf atas kejadian itu.

“Karen, aku pengen confess sesuatu nih!”, kata-ku dengan deg-degan.
“Mau confess apa kak Ditto? Kak Ditto punya pacar lagi yah?! Siapakah wanita yang beruntung kali ini?!”, canda-nya.
“Kalo aku punya pacar lagi, aku mau cari yang seperti Karen dong. Yang baik dan care ama aku.”, goda-ku kali ini.
“Kak Ditto genit ah…Karen cubit nih!”, kata-nya manja sambil mencubit punggung-ku.
“Trus kak Ditto mau confess apa ama Karen?! Karen jadi penasaran nih!”, lanjut-nya lagi.
“Hmmm…aku cuman pengen menceritakan kejadian 3 tahun yang lalu. Tapi Karen janji dulu jangan marah apapun yang terjadi.”, kata-ku dengan nada memohon.
“Tapi apa dulu kak Ditto, kalo Karen tidak sengaja marah bagaimana?!”, kata-nya bingung.
“Iya deh, aku ngga akan menyalahkan Karen kalo Karen akan marah dengan confession ini. Ini totally hak Karen.”, sambung-ku cepat.
“Ok deh, Karen mencoba untuk tidak marah, tapi Karen ngga janji apa-apa loh!”, jawab-nya dengan penuh penasaran.
“Begini Karen, mungkin Karen tidak tahu sama sekali tentang kejadian ini. 3 tahun yang lalu sewaktu Karen masih bekerja di cafe, kita kan sering berangkat bersama-sama karena jadwal kerja Karen yang sama dengan aku. Nah, di sinilah kejadian.”, kata-ku terputus.
“Iya, trus kenapa emang-nya kak Ditto?”, tanya-nya penasaran.
“Saat itu aku tidak sengaja membuka kamar mandi, dan Karen ada di sana dan sedang mandi. Aku melihat Karen dalam keadaan terlanjang, dan aku termenung di sana sekitar 10 detikan. Seperti tersambar petir, dan termangu tanpa daya. Aku masih ingat betul apa yang aku liat. I am sorry, I am sorry, I am so sorry! Please forgive me! Kejadian ini selalu menganjal di hati, dan aku ngga pernah menceritakan ini kepada siapa pun. Once again I am so sorry.”, kata-ku memohon.

Tiba-tiba Karen berhenti memijatku, tetapi posisi-nya tetap duduk di atas pinggang-ku. Aku tidak bisa melihat mimik wajah-nya, karena posisi-ku yang sedang telungkup membuat-ku susah menengok kebelakang. Aku kembali melanjutkan confession-ku lagi.

“Setelah tidak sengaja melihat Karen sedang mandi, aku segera menutup pintu kamar mandi itu. Namun ada godaan setan telah memenangkan otak-ku. Aku kembali mengintip Karen lagi untuk beberapa lama. Karena inilah aku merasa sangat bersalah kepada Karen. Tapi ini hanya terjadi saat itu, dan sumpah deh aku ngga pernah ngintip Karen lagi setelah kejadian itu. I am so so sorry, and please forgive me!”, kata-ku memohon lagi.

Karen tidak bergeming, dan tetap diam saja. Aku sudah ngga tau harus bagaimana lagi. Aku sudah pasrah aja, dan perasaan-ku bercampur aduk. Perasaan lega, takut dan juga malu.

Tiba-tiba Karen memecahkan keheningan itu sambil berkata, “Kak Ditto enjoy ngga liat Karen yang sedang terlanjang?”.

Pertanyaan ini membuat-ku kaget setengah mati. Tidak aku sangka Karen bisa mengucapkan pertanyaan seperti ini. Aku menjadi kelabakan dengan pertanyaan Karen yang simple itu. Otak-ku dibuat berputar-putar karena-nya. Bagaimana kalo kujawab begini, bagaimana kalo kujawab begitu. Jadi serba salah aku dibuat-nya.

Akhir-nya kuberanikan diri dan menjawab sejujur-jujurnya, “Karena Karen cantik dan manis, aku suka memandang tubuh Karen waktu itu. Ini jawaban yang jujur dari hati loh.”.

Karen hening sejenak, dan kemudian menjawab dengan nada terbata-bata, “Kalo kak Ditto suka…kenapa…kenapa kak Ditto ngga pernah bilang ama Karen.”.
“Sudah ngga mungkin aku bilang tentang kejadian ini kepada siapa pun, terutama Karen sendiri. Kan ini sangat memalukan buat Karen. Tapi kejadian ini tidak ada yang tau, bahkan Lisa pun tidak pernah aku cerita’in tentang kejadian ini. The secret was safe with me, until today.”, jawab-ku lagi.

Karen hening kembali.
Aku melanjutkan kata-kataku kembali, “Karen sekarang boleh marah, sebel atau mau pukul juga ngga apa-apa. I deserve it.”.
“Karen ngga akan pukul atau marah. Karen cuman merasa sedikit malu aja. Tapi karena orang yang liat kak Ditto, Karen suka aja, dan kak Ditto dah Karen maaf’in kok.”, kata-nya dengan nada kembali normal.
“Sekarang kak Ditto harus jawab pertanyaan Karen lagi dengan jujur.”, sambung-nya.
“No problem, Karen mau tanya apa pasti aku jawab dengan sejujur-jujurnya.”, jawab-ku.
“Kalo kak Ditto tidak sengaja lagi melihat tubuh Karen yang sedang terlanjang baik itu di kamar mandi, di kamar Karen, atau di mana saja, apa yang bakalan kak Ditto perbuat, terutama ama Karen?!”, tanya-nya.
“Wah, ini tricky question yah?!”, tanya-ku lagi bercanda.
“Hmm…bisa dibilang begitu sih. Ayo jawab dulu dong, kalo salah jawab Karen jewer kuping kak Ditto biar merah.”, canda Karen lagi.

Aku berpikir sejenak, dan kemudian menjawab, “Kalo kejadian seperti itu terulang kembali, kemungkinan besar aku bakalan terus melihat Karen yang sedang terlanjang. Tapi kali ini ngga perlu sembunyi-sembunyi lagi, karena aku bakalan langsung menyapa Karen dan memuji tubuh Karen yang indah.”.
Tiba-tiba kuping-ku dijewer ama Karen sambil berkata “Kak Ditta genit banget nih!!!”.
Kami berdua langsung tertawa terbahak-bahak, dan Karen menggitik ketiak bawah-ku. Geli sekali aku dibuatnya.

Kemudian Karen bertanya lagi, “Menurut kak Ditto, Karen ama Lisa cakep mana? Pasti kak Ditto bilang cakep Lisa. Semua saudara-saudara Karen dan orang lain selalu bilang Lisa paling cakep. Kalo menurut kak Ditto bagaimana?”.
“Karen, bisa ngga kalo Karen tidak menyebut nama Lisa lagi. Aku tau kalian memang bersaudara, tapi Lisa kan adik Karen, dan bekas pacar-ku, jadi lebih baik jangan dibahas yah?!”, pinta-ku.
“Sorry kak Ditto, Karen nyesel ngomong begitu”, mohon-nya.
“That’s ok, it’s not your fault.”, kata-ku menenangkan suasana.
“Secara pribadi menurut-ku Karen cantik dan manis. Kulit Karen putih dan lembut. Mana ada kaum lelaki yang menolak kalo ditaksir ama Karen, bener ngga?! Pacar Karen itu hoki banget dapet Karen.”, lanjut-ku sambil menggoda.
“Ah kak Ditto genit lagi nih. Karen jewer lagi kuping-nya biar kapok!”, jawab-nya tapi malah menggitik ketiak-ku lagi.

Suasana kembali hening kembali, dan aku sudah ngga tau harus ngomong apalagi. Semua rahasia telah terbongkar, dan tidak ada lagi yang perlu disembunyikan.

Tiba-tiba Karen memecah keningan kembali sambil berkata, “Karen sayang banget ama kak Ditto, tapi perasaan ini Karen tidak mengerti. Karen sayang juga ama pacar Karen, tapi perasaan dengan kak Ditto berbeda. Seperti-nya kak Ditto itu figur yang paling Karen respect, dan Karen kagumi.”.
“Karen sedih banget sewaktu kak Ditto putus ama Lisa. Karen merasa kak Ditto dan Lisa itu pasangan yang paling perfect. Karen ngga mengerti apa yang Lisa pikirin sampai bisa memutusin kak Ditto.”, kata-nya.
“Iya sudah lah, yang lalu biarlah berlalu yang penting sekarang pikirkan masa depan dan karir.”, jawab-ku seadanya.
“Kak Ditto sayang ama Karen ngga?!”, tanya-nya lembut.
“Jelas sayang banget. Karen orang yang paling aku sayang di Australia ini sekarang.”, jawab-ku secepatnya.

Karen terdiam sejenak, kemudian bertanya, “Kita dengerin music yuk. Kak Ditto ada lagu-lagu lama ngga?”.
“Ada sih, coba check di iTunes dan ke Oldies playlist. Di sana banyak sekali lagu jaman babe-babe kita masih muda. Hehehehe…”, jawab-ku bercanda.

Karen beranjak dari ranjang-ku dan segera mematikan tv dan dvd player-nya. Kemudian Karen menyalakan music dari iTunes di Apple computer-ku. Terdengar alunan lagu dari pemusik Carpenter, dengan judul lagu-nya Close to You.

Posisi tubuh-ku masih dalam posisi telungkup dengan terlanjang dada. Karen kembali duduk di atas pinggang-ku, dan kembali mengusap-usap punggungku yang mulai mengering dari lumuran minyak kayu putih.
Tiba-tiba Karen berkata, “Karen mau kasih suprised, kak Ditto jangan kaget yah.”.
“I love a surpised.”, jawab-ku singkat.

Ternyata surpised kali ini benar-benar tidak tanggung-tanggung. Aku tidak menyangka kalo Karen bakalan melakukan hal ini. Sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan sebelum-nya. Karen memeluk-ku dari belakang dan sangat terasa sekali payudara-nya menempel di punggung-ku. Kali ini aku bisa merasakan dengan jelas bahwa Karen memeluk-ku dari belakang dengan tubuh-nya yang terlanjang dada. Aku tidak tau sejak kapan Karen telah melepaskan piyama tidur dan bh-nya. Apakah sebelum atau sesudah Karen berkata ingin memberikan aku surpised, aku sudah tidak tau lagi. Tubuh-nya yang hangat begitu terasa disekujur pinggang-ku, dan tercium pula bau harum rambut-nya. Jantungku berdegup kencang, dan mulut-ku seakan-akan terkunci dan kaku.

Tiba-tiba Karen berkata, “Kak Ditto jangan marah yah, karena Karen sayang banget ama kak Ditto. Kak Ditto sekarang bisa melihat tubuh Karen yang terlanjang, seberapa lama kak Ditto mau.”.

Aku terdiam sejenak, dan berusaha mengatur napas-ku yang mulai tidak beraturan karena degupan jantung-ku yang semakin lama semakin kencang.

Setelah sedikit tenang, aku memberanikan diri untuk membalik badan-ku agar bisa melihat Karen. Kini posisi Karen duduk di atas perut-ku. Kulihat tubuh Karen yang telah terlanjang dada, dan masih mengenakan celana piyama lengkap. Kulit-nya halus, putih dan lembut. Dada-nya begitu indah, dan warna puting-nya coklat muda. Perut-nya rata. Tidak ada gumpalan lemak sedikit pun yang aku lihat. Darah-ku benar-benar bergejolak saat itu. Aku merasa kagum dengan tubuh-nya yang indah. Wajah Karen terlihat cantik, dan manis dan tersenyum manja dihadapanku. Rambut panjang-nya yang sebatas ketiak terlepas bebas, membuat-nya bertambah anggun.

Aku mulai mendorong lembut tubuh Karen, agar aku bisa duduk bersila di atas ranjang-ku. Kami berdua saling berpandang muka. Aku mencoba untuk tenang, dan mulai mendekati wajah Karen. Secara refleks Karen memejamkan mata-nya seakan-akan mengundang-ku untuk mencium bibir-nya. Kudekatkan wajah-ku, kemudian menempelkan bibir-ku di atas bibir-nya. Tercium kulit wajah-nya yang harum, dan juga halus. Tidak tampak ada jerawat di wajah Karen. Aku kemudian mulai memberanikan diri untuk memainkan bibir-ku menciumi bibir tipis-nya. Karen meresponse ciuman dan lumatan bibir dan lidah-ku. Kami berdua sedang melakukan French kiss di atas ranjang-ku.

Tak lama kemudian, aku mencoba merebahkan tubuh Karen di atas ranjang. Karen pasrah dan tidak melawan sedikit pun. Napas kami mulai memburu. Kedua tangan Karen membelai lembut rambut kepalaku, dan aku membalasnya dengan membelai rambut-nya pula. Hampir lima menit lama-nya kami melakukan French kiss. Aku semakin berani, dan ingin mencoba untuk menjelajahi bagian tubuh Karen yang lain. Pertama-tama tangan kanan-ku turun menuju pipi Karen, kemudian turun kebawah menuju leher-nya. Bibir-ku masih tetap beradu dengan bibir Karen. Ketika jari-jemari tangan kanan-ku mendarat di dada kiri Karen, badan Karen sedikit tersentak dan Karen mengeluh lembut. Karen tidak menolak dan membiarkan jari-jemari tangan-ku meremas lembut payudara kiri-nya. Napas Karen mulai tidak menentu, dan Karen banyak mengeluh kecil. Napas-nya terengah-engah, dan eluhan lembut-nya membuat-ku semakin bersemangat dalam napsu.

Kulepas bibir-ku dari bibir-nya, dan kami saling bertatap muka.
Dengan wajah yang sayu dan lembut, Karen berkata, “Kak Ditto, Karen sayang banget ama kak Ditto.”.
Aku tersenyum pada-nya, dan Karen membalas senyuman-ku.
Sekarang bibir-ku mencium pipi kanan-nya, kemudian mencium kening-nya, turun lagi ke pipi kiri-nya. Kucium dan sesekali aku jilat lembut telinga kanan-nya, kemudian turun menuju daerah leher. Karen semakin mengeluh lembut, dan kadang-kadang mendesah dengan nada yang sedikit keras. Semakin Karen mendesah, semakin bersemangat aku dibuat-nya.

Kini bibir-ku turun ke daerah payudara Karen. Aku cium, jilat puting kanan Karen sambil meremas-remas payudara sebelah kiri-nya. Payudara Karen begitu kenyal dan padat. Karena saking gemes-nya dengan kekenyalan dan kepadatan payudara Karen, terkadang aku gigit lembut puting-nya, dan itu malah membuat Karen semakin tidak karuan. Bergantian aku cium, jilat, dan kadang hisap puting Karen yang sebelah kanan dan kiri. Kali ini Karen hanya bisa mendesah, dan tidak jarang nama-ku disebut oleh-nya. Yang aku herankan, kenapa nama-ku selalu saja disebut di bawah alam sadar-nya. Terus terang aku sedikit kuatir kalo saja nama pacar-nya dengan tidak sengaja dia sebut, itu bisa membuat aku ‘turned off’. Tapi Karen tidak pernah menyebut sekalipun nama pacar-nya sewaktu aku beri rangsangan ini.

Sekarang bibir-ku semakin turun ke bawah menuju perut-nya yang rata. Kulihat belly button-nya yang bersih, aku cium daerah perut Karen. Tapi kali ini aku mendapat sedikit perlawanan.
“Geli kak Ditto, ngga enak. Jangan ciumin perut Karen. Geli-nya bikin mules.”, pinta-nya kepada-ku.
“Kalo begitu, aku boleh buka celana Karen ngga?!”, tanya-ku.
“Buka saja, Karen milik kak Ditto malam ini.”, jawab-nya dengan tersenyum manja.

Tanpa basa-basi lagi, kutarik celana tidur-nya dan kulempar ke sebelah ranjang-ku. Kulihat celana dalam Karen berwarna putih dengan pita kecil berwarna merah muda atau merah jambu. Cute sekali. Kedua paha Karen putih dan mulus, tapi tampak sedikit garis selulit di daerah pantat-nya. Kira-kira 2 atau 3 garis selulit yang tipis sekali. Tapi itu tidak mengurangi kecantikan paha mulus-nya.

Aku mulai menciumi kedua paha-nya dengan posisi disamping tubuh Karen, dan tangan kiri-ku meremas payudara-nya (kadang-kadang payurada-nya yang kanan, kadang yang kiri). Tiba-tiba timbul keinginan-ku untuk meraba celana dalam-nya. Jari tengah tangan kanan-ku mencoba merasakan sesuatu dibalik celana dalam mungil-nya. Kuletakan jari itu pas di tengah posisi bibir kemaluan-nya. Kurasakan daerah itu mulai sedikit basah dan terasa lembab. Karen telah terbuai oleh napsu erotis-nya.

Kali ini, aku sudah semakin berani. Dengan segera kulepaskan celana dalam Karen, dan yes … kuliat bulu pubis Karen yang halus, dan labia mayora-nya. Darah-ku semakin naik ke ubun-ubun. Seperti biasa-nya, secara reflek bak magnet muka-ku kedekatkan di daerah kemaluan-nya, dan ingin aku jilat daerah kemaluan-nya, terutama di clitoris-nya.

Tiba-tiba Karen tersadar, dan mendorong lembut wajah-ku dari daerah selangkangan-nya.
“Jangan kak Ditto, jijik.”, kata-nya.
“Lho, emang Karen jijik kalo aku jilatin daerah itu?”, tanya-ku heran.
“Ngga juga, tapi Karen ngga pengen kak Ditto merasa jijik dengan memiaw Karen.”, jawab-nya.
“Heh?! Jadi pacar Karen ngga pernah jilatin daerah itu buat Karen?”, tanya-ku penasaran.
“Ngga pernah, dan dia juga kayak-nya jijik deh.”, jawab-nya singkat.
“Trus Karen pernah ngga ‘datang’ atau itu loh istilah-nya orgasme sewaktu oral sex atau sewaktu di warming up?”, tanya-ku lagi.
“Hmm…ngga tau deh! Biasa-nya kalo Karen dah terangsang dan basah, dia langsung masukin t*t*t-nya.”, kata-nya.
“Karen, trust me, I will make you fly in heaven.”, kata-ku singkat.

Tanpa basa-basi lagi, kudekatkan wajahku kembali ke daerah selangkangan-nya, dan mulai menjilati daerah clitoris-nya.
Kali ini tubuh tersendak hebat seperti terkena setrum tegangan tinggi. Karen menjerit nama-ku dengan kencang, dan
aku kaget dibuat-nya. Dengan segera aku hentikan aksi-ku dan segera bertanya kepada-nya.
“Kenapa Karen?! Sakit yah?! Sorry, sorry, I’ll stop now!”, kata-ku.
“Bukan kak Ditto, yang tadi itu gila geli banget. Karen ngga pernah merasa geli sehebat itu tadi, maka-nya Karen langsung kaget. Sorry Karen bikin kak Ditto kaget juga.”, jawab-nya sambil tersenyum malu.
“Jadi mau-nya diterusin atau ngga?!”, tanya-ku lagi.
Karen hanya menjulurkan setengah lidah-nya, dan tersenyum malu. Menurut-ku itu adalah tanda ‘iya’ atau ‘silahkan’.

Kembali kudekatkan wajahku dan menjilati daerah clitoris dan kadang bagian labia minora-nya. Tapi kayak-nya Karen paling suka di daerah clitoris-nya. Karen sudah seperti cacing kepanasan dan meremas bantal dan selimut di sekitar-nya. Kali ini desahan Karen mulai menjadi teriakan yang dasyat. Tidak berhenti-hentinya dia menjerit nama-ku dan mengeluh nikmat. Dapat kurasakan tubuh dan kaki-nya kini mulai menegang.
“Kak Ditto, Karen kayak-nya mau dapet nih. Kak Ditto…kak Ditto…”, kata-nya terputus-putus bersamaan dengan napas-nya yang terengah-engah.
Aku semakin mempercepat gerakan lidah-ku di bagian clitoris-nya, dan menggeleng-gelengkan kepala-ku agar membantu percepatan jilatan lidah-ku. Tidak mencapai 1 menit kemudian, Karen menjerit kalo dia akan segera datang sampai pada akhir-nya Karen berteriak keras dan cepat-cepat saja dia tutup mulut-nya dengan kedua tangan-nya agar suara-nya jeritan-nya terendam kedua tangan-nya. Karen telah mencapai klimak pertama-nya, dan aku segera menghentikan jilatan-ku. Kemaluan Karen basah oleh cairan dari vagina-nya bercampur dengan air liur-ku.

Karen masih menutup mulut-nya dengan kedua tangan-nya dengan napas yang terengah-engah. Kupandang wajah-nya sejenak, dan mata kami saling beradu. Karen tersenyum malu, dan cepat-cepat menyembunyikan wajah-nya di balik selimut. Aku beranjak dari tempat tidur, mengambil tissue kering dan mengelap bibir-ku yang basah oleh air liurku sendiri. Aku mengambil tissue lagi, dan kemudian mengelap bagian selangkangan Karen yang basah.

Aku membuka selimut itu, dan kuliat wajah Karen yang malu-malu. Aku dibikin gemas oleh kelakuan-nya.
“Karen suka tadi dibegituin?”, tanya-ku.
“Dibegituin apa sih?!”, jawab-nya dengan malu-malu.
“Bagaimana, Karen? Did I take you to heaven just now?”, tanya-ku lagi.
Karen hanya bisa mengangguk dan tersenyum kembali.
Kemudian aku bertanya lagi, “Apa boleh sekarang mr happy masuk ke dalam?”.
Karen mengangguk tanda mengiyakan, dan kemudian bertanya, “Dedek kak Ditto mau Karen bangunin dulu ngga?”.
“Hmm…not necessary deh. Next time aja. Sekarang dah bangun sendiri kok.”, jawab-ku malu-malu.
“Excuse me? Next time? Kak Ditto pe-de nih. Karen ngga janji ada next time loh.”, canda-nya lagi sambil mencubit lembut lengan-ku.

Aku membuka celana bersama celana dalam-ku, dan menuju lemari baju mencari condom. Aku masih ingat kalo aku masih ada beberapa condom di lemari.
Karen mengerti dengan apa yang aku cari, kemudian dia berkata kepadaku, “Kak Ditto ngga perlu pake condom. Karen pake kontrasepsi yang dijamin kak Ditto tidak membutuhkan condom lagi.”.
“Karen yakin kak Ditto juga ngga suka pake condom kan?! Karen pun sama. Maka-nya Karen pake method lain.”, sambung-nya lagi.
“Emang Karen pake apa? Minum pil atau apa?”, tanya-ku penasaran.
“Kak Ditto mau tau aja. Rahasia wanita dong ini.”, kata-nya lagi penuh misteri.
“Please, kasih tau dong. Jadi bikin penasaran aja Karen.”, mohon-ku.
“Ok ok, kak Ditto jangan panik begitu dong.”, canda-nya sambil tertawa kecil.
“Karen pake method Diaphragm, tunggu bentar yah Karen mau pasang dulu.”, sambung-nya.
Kulihat Karen masuk ke kamar-nya, dan kemudian segera ke kamar mandi. Aku mendengar seakan-akan Karen sedang mencuci sesuatu. Aku tidak tau apa yang sedang Karen perbuat sewaktu di kamar mandi, sampai pada akhir-nya Karen pernah menjelaskan kepadaku bahwa dia harus mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memasukkan Diaphragm ke dalam vagina-nya (for hygenic reason). Pernah sekali Karen mendemonstrasikan pemakaian Diaphragm kepadaku. Sungguh alat yang unik. Lentur seperti silicon. Biasa-nya Diaphragm harus dipasang dahulu sebelum melakukan hubungan seks, tapi malam itu Karen tidak menyangka akan melakukan hubungan seks dengan-ku. Dia pikir pacar-nya tidak menginap malam itu, jadi what is the point pake Diaphragm juga.

Tidak lama kemudian Karen kembali dari kamar mandi dan segera kembali ke kamar-ku lagi. Posisi-ku sudah terlanjang bulat menunggu kedatangan Karen. Tidak aku sangka malam ini adalah malam pertama aku bercinta dengan Karen.
Karen mendekatiku dan berkata, “Hallo mr happy, kamu kok belum mengeras. Mau Karen elus-elus ngga?!”.
Aku hanya bisa tertawa kecil dibuat-nya.
Tanpa basa-basi Karen mengulum penis-ku. Tidak kusangka Karen pandai sekali dalam memberikan blowjob.

Penisku telah mengeras kembali seperti kayu rotan. Karen menanyakan posisi apa yang paling aku sukai. Aku bilang kepada-nya bahwa aku paling suka Man on Top.

Karen tersenyum dan kemudian merebahkan diri-nya di atas ranjang-ku. Seolah-olah tanpa dimandor, Karen memegang penis-ku yang telah mengeras dan menuntun-nya masuk ke dalam memiaw-nya. Pelan-pelan aku tekan ke dalam, sampai aku merasa memiaw-nya benar-benar basah. Setelah memiaw-nya basah, aku dorong penis-ku sedikit keras ke dalam memiaw-nya sampai totally masuk ke dalam.

Nikmat sekali rasa-nya. Bersenggama tanpa memakai condom adalah sesuatu yang paling aku suka. Dulu sewaktu dengan Lisa, aku biasa-nya tidak memakai condom dengan memakai system penanggalan. Tapi kali ini aku tidak perlu mengkuatirkan masalah penanggalan tersebut. Karen jauh lebih prepare daripada aku.

“Kak Ditto, Karen sayang banget ama kak Ditto. I am … yours … trully yours tonight!”, bisik Karen sambil terengah-engah.
Aku dibuat-nya semakin bernapsu. Sambil pinggul dan pantat-ku bergerak naik turun seakan-akan memompa tubuh-nya. Suara gesekan penis-ku dan memiaw-nya yang basah terdengar merdu di telingaku bersamaan dengan desahan napsu Karen yang membuatku semakin bernapsu saja.
“Karen, aku juga sayang Karen. I hope Karen enjoy dengan mr happy.”, kata-ku terengah-engah.
“Suka banget…Karen suka banget.”, jawab-nya terengah-engah.
memiaw Karen terasa basah sekali dan gesekan penis-ku terasa licin sekali. Punggung-ku dan leher-ku mulai berkeringat. Melihat hal itu, Karen bertambah semangat dan kedua tangan-nya menjambak lembut rambut-ku.

“Kak Ditto…Karen mau datang nih…dorong terus kak Ditto, pleaseee!”, suara Karen yang mulai meracau.
Aku semakin mempercepat dorongan dan goyangan pantat-ku, sampai akhir-nya Karen mendesah panjang dan meremas bantal.
Aku diam sejenak, membiarkan mengatur napas-nya kembali. Kukecup pipi kiri-nya, dan kemudian mencium bibir-nya.
“You are great, kak Ditto. I am so so happy!”, kata Karen sambil tersenyum. Kedua pipi mulai tambah kemerahan. Seperti-nya semua darah-nya terkumpul di kepala.
“I am happy too, Karen. Let us finish this for tonight!”, jawabku sambil mencium bibir-nya lagi.

Kali ini Karen mengambil posisi diatas. Karen keliatan-nya kasihan melihat tubuh-ku basah kuyup oleh keringat. Karen menuntun penis-ku yang masih basah oleh cairan memiaw-nya ke arah memiaw-nya. Perlahan-lahan dia mendorong ke bawah, dan dalam seketika amblas-lah penis-ku masuk ke dalam memiaw-nya.

Karen memaju-mundurkan pinggul-nya dan terkadang-kadang membungkuk sedikit untuk bisa mencium bibirku. Gerakan-nya semakin cepat, dan napas-nya kembali terengah-engah. Hampir 10 menit kemudian Karen memelukku erat-erat dan mendesah panjang, seperti sebelum-nya.
“Ahhh…Karen datang lagi. Kak Ditto sungguh jago sekali. Karen suka banget ama t*t*t kak Ditto. Geli sekali”, kata Karen terengah-engah.
“Kak Ditto, Karen bakalan sering minta begini terus ama kak Ditto. Boleh kan?!”, kata-nya memohon.
“Whenever and wherever you want, Karen. I am always there for you.”, jawab-ku.

Karen kembali tersenyum, dan berkata kepadaku, “Kini saat-nya Kak Ditto yang datang yah?!”.
Karen merebahkan tubuh-nya kembali ke ranjang. Kini aku mengambil missionary position, posisi favorite-ku untuk ejakulasi. Aku kembali memompa penis-ku ke dalam memiaw-nya yang semakin lama semakin basah rasa-nya. Karen tidak berhenti-hentinya mendesah dan berkata kalo dia akan segera datang.

Aku mulai merasakan penis-ku mulai menegang hebat, dan terasa ada sesuatu yang ingin mendesak keluar. Aku akan mencapai klimaks sebentar lagi.
“Karen, aku hampir keluar nih. Aku keluarin di luar atau di dalam?”, tanya-ku buru-buru.
“Terserah kak Ditto … keluarin di luar atau di dalam … mana yang paling kak Ditto suka.”, jawab-nya dengan napas terengah-engah.
“Kalo begitu aku keluarin di dalam yah?! Aman kan?!”, tanya-ku penasaran.
“Dijamin aman kak Ditto. Karen dah pake Diaphragm kok. Pasti aman. Emang dah mau dapet kak Ditto?!”, tanya-nya lagi.
“Bentar lagi Karen … bentar lagi…”, jawab-ku.
“Dateng sama-sama Karen yah kak Ditto?!”, pinta-nya.
“Ok ok … siap-siap Karen, ngga lama lagi!”, jawab-ku singkat.

Kini kupercepat goyangan pinggul dan pantat-ku. Percepatan gesekan penis-ku bersama memiaw-nya membuat-ku mencapai klimaks. Kurasakan penis-ku mengeras dan akhir-nya aku mencapai klimaks-ku dan mengalami ejakulasi.
“Karennn … I am coming …”, kata-ku sambil penis-ku menyemprotkan sperma-nya ke dalam memiaw Karen dan membasahi liang-liang memiaw-nya. Aku tidak tau ada berapa kali semprotan yang aku berikan dari penis-ku.
Kedua paha Karen menjepit pantat-ku dan mendorong-nya agar penis-ku tertanam dalam di dalam memiaw-nya. Seperti-nya Karen ingin mengeluarkan semua isi sperma-ku ke dalam memiaw-nya.
“Kak Ditto … enak banget … sperma kak Ditto hangat. Thank you!!!”, kata-nya sambil menciumi kening-ku yang penuh keringat.

Kami saling berpelukan sambil penis-ku yang masih tertanam di dalam memiaw-nya, dan mulai melemas. Aku dan Karen mulai mengatur napas kami kembali.
“I must conclude that our friendship is ruined.”, kata-ku.
“Yup, and welcome to a new intimate relationship.”, jawab Karen.
Kami berdua saling tertawa.
“So there will be a ‘next-time’”, canda-ku lagi.
“Maybe … “, jawab Karen sambil tersenyum.
“Karen hebat sekali dalam bercinta, aku kagum.”, kata-ku memuji.
“Kak Ditto juga jago, dan juga sperma kak Ditto kok buanyak banget yah. Karen harus double protection nih, ntar kecolongan lagi. memiaw Karen dah penuh nih, kayak-nya ntar lagi mau tumpah deh.”, kata-nya.
“Aku cabut yah mr happy sekarang?!”, tanya-ku.
“Tolong ambilin Karen tissue dong, in case waktu kak Ditto cabut ikutan tumpah nih sperma-nya.”, jawab-nya.

Aku cabut penis-ku pelan-pelan dari memiaw-nya, dan ternyata benar kata Karen, sperma-ku banyak sekali di sana dan mulai sedikit tumpah. Cepat-cepat Karen menutup-nya dengan tissue dan menuju ke kamar mandi. Terdengar suara air shower dari kamar mandi. Aku beranjak dari tempat tidur dan melihat apa yang sedang Karen perbuat. Tampak Karen sedang mencuci memiaw-nya dan menyabuni-nya. Kami saling berpandang mata dan saling senyum. Sungguh manis senyum Karen. Karen meminta-ku untuk mencuci penis-ku juga. Aku turuti permintaan-nya, dan Karen menyabuni dan mencuci bersih penis-ku.

Kami kembali ke kamar dengan keadaan terlanjang. Aku biarkan heater oil itu tetap menyala biar kami tidak kedinginan. Kami sempat berciuman di atas ranjang, dan kini kupeluk Karen di dalam dada-ku.
“Thank you, Karen!”, kata-ku.
“Thank you juga kak Ditto!”, jawab-nya.
“Bagaimana dengan pacar Karen?! I feel sorry for him.”, kata-ku bingung.
Sambil menghela napas panjang, Karen berkata, “Karen juga tidak tau mau harus dengan dia sekarang. Karen sudah sedih memikirkan-nya. Dia seakan-akan cuman mementingkan diri-nya sendiri.”, kata-nya.
“Nanti kapan-kapan Karen ceritain ke kak Ditto deh. Sekarang Karen mau tidur dulu, sudah ngantuk berat nih.”, kata-nya lagi.
Dikecup sekali lagi bibir-ku, dan Karen kembali ke dalam pelukan-ku. Kami berpelukan sampai tertidur pulas.

Sejak saat itu, aku menganggap Karen menjadi pacar-ku sendiri. Dan banyak kisah-kisah yang kami alami di mana itu masa-masa sulit bagi kami. Sampai sekarang ini hanya beberapa orang saja yang mengetahui hubungan kami, dan kami berusaha menyimpan rahasia ini sampai nanti tepat waktu-nya.